Saat ini ketahanan pangan nasional masih kurang tangguh. Hampir semua aspek penunjang
ketahanan pangan, masih dibelenggu oleh masalah. Mulai dari kebijakan yang belum bisa berjalan
secara konsisten, manajemen pangan yang sering kedodoran, sampai lemahnya antisipasi terhadap
bencana lingkungan, baik berupa musim kemarau panjang maupun banjir. Bilamana tidak dilakukan
langkah percepatan, dengan kondisi dan laju pembangunan seperti sekarang, maka dalam jangka
menengah, produksi padi akan mengalami defisit yang cukup signifikan.
Dari sisi kebijakan, pemerintah tampak masih gamang untuk menentukan pilihan, antara
menjalankan kebijakan “perlindungan” terhadap harga gabah/beras yang berhak diperoleh petani,
dengan pengadaan pangan murah yang dalam jangka pendek bisa diperoleh dari impor. Manajemen
pangan nasional juga masih belum mampu melakukan antisipasi secara optimal, terhadap fluktuasi
harga yang terjadi sejalan dengan siklus musim panen dan paceklik.
Berbagai instansi terkait dalam menjalankan kebijakan pangan pun, cenderung masih berjalan
sendiri-sendiri, tanpa koordinasi yang baik. Hal ini, misalnya, bisa dilihat dari data-data yang dilansir
setiap instansi, di mana satu sama lain seringkali berbeda, karena adanya perbedaan kepentingan.
Sudah sering muncul ke permukaan, misalnya, bagaimana Departemen Pertanian berselisih pendapat
dengan Departemen Perindustrian dan Perdagangan, dalam hal perdagangan hasil-hasil pertanian.
Pemberlakukan otonomi daerah, juga menimbulkan masalah baru dalam hal koordinasi.
Pemerintah Provinsi/Kabupaten, menunjukkan kecenderungan untuk berkonsentrasi mengurusi
kepentingan wilayahnya sendiri, terutama untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), dan
memandang tanggung jawab dalam mencapai target produksi untuk pemenuhan kebutuhan nasional,
sebagai beban semata.
0 comments:
Posting Komentar